Media Asing Kritik Pembangunan Lumbung Pangan Raksasa Di Kalimantan

  • Whatsapp

Foto : Samuel Jeronimo/Unsplash

Bacaan Lainnya

BASINGBE.com – Pemerintah berencana membangun kawasan pengembangan pangan terintegrasi (food estate) di Kalimantan Tengah. Proyek ini sebagai bagian dari rencana pemindahan Ibukota. Namun, membangun kawasan lumbung pangan raksasa di Kalimantan Tengah tersebut mendapat kritik dan sorotan dari berbagai pihak bahkan media asing.

Sebelumnya, kementerian pertanian Indonesia minggu lalu mengumumkan rencana perkebunan seluas lebih dari 164.000 hektar di provinsi Kalimantan Tengah. Dilansir dari Katadata.co. id, proyek lumbung pangan dikalimantan itu akan ditanami padi, buah-buahan dan sayuran, dan peternakan.

Pembangunan lumbung pangan raksasa di Kalimantan Tengah tersebut akan dimulai pada tahun 2020 ini. Dengan terfokus pada pembukaan lahan seluas 30.000 Hektar yang terdapat di Kabupaten Kapuas seluas 20.000 Hektar dan Kabupaten Pulau Pisang seluas 10.000 Hektar.

Kemudian, Kementerian PUPR bertugas mendesain rehabilitasi jaringan irigasi. Sementara itu, PT Rajawali Nusantara Indonesia menjadi pelaksana proyek tahap awal. Sedangkan, Perum Bulog akan menyerap hasil panen dalam proyek lumbung pangan ini.

Berita yang diterbitkan oleh Daily Mail tanggal 3 Juli 2020 dengan judul “Indonesia’s plan for giant farm kindles ‘ecological chaos’ concern” secara khusus menyoroti Proyek Kementrian Pertanian tersebut. Berikut kritik yang disorot oleh Daily Mail.

1. Kritik Peningkatan Emisi Karbon dan Resiko Kebakaran Hutan

Rencana pemerintah Indonesia dalam mengembangkan sebuah lumbung pangan di pulau Kalimantan dikhawatirkan akan meningkatkan emisi karbon dan risiko kebakaran hutan di planet ini.

Kekhawatiran itu didasari oleh pernyataan dari Arie Rompas, seorang juru kampanye hutan dari Greenpeace Indonesia. Ia mengatakan bahwa pertanian baru yang diperluas, jika didirikan, akan mengarah pada kerusakan dan pengeringan gambut, meningkatkan emisi dan risiko kebakaran.

2. Kritik penggunaan lahan gambut eks proyek gagal lumbung Pangan

Daerah yang ditargetkan termasuk tanah yang sudah dibuka sebagai bagian dari upaya besar-besaran oleh mantan Presiden Soeharto untuk mencapai swasembada beras pada 1990-an. Proyek besar tersebut dulunya menghancurkan petak-petak hutan gambut di Kalimantan dan terbukti membawa bencana karena tanah gambut yang dijadikan lumbuk pangan tidak cocok.

“Pemerintah hanya mengulangi kesalahan lama, dan akan memicu putaran baru kekacauan ekologis,” kata Arie Rompas kepada Thomson Reuters Foundation dilansir dari Daily Mail.

Beriklan Disini

Hubungi Dibawah Ini

3. Kekhawatiran Apabila Lahan Gambut Dikeringkan

Indonesia memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia memiliki lebih dari 15 juta hektar lahan gambut . Tentunya, ini merupakan sebuah wilayah yang luasnya dua kali lipat dari negara Irlandia. Kebanyakan lahan gambut berada di pulau Sumatra dan Kalimantan serta di provinsi paling timurnya di Papua.

Tanah gambut purba sangat mudah terbakar saat kering dan merupakan lokasi utama terjadinya kebakaran hutan tahunan yang mengirim kabut asap ke seluruh Asia Tenggara. Sehingga, akan menyebabkan masalah pernapasan dan masalah kesehatan lainnya.

4. Lahan Gambut Mengandung Bahan Organik dan Nutrisi Untuk Tanaman

Lahan gambut mengandung sejumlah besar karbon dalam bentuk bahan organik, yang telah terakumulasi selama ribuan tahun. Disamping itu, lahan gambut menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman.

Ketika dikeringkan atau terjadi kebakaran, karbon akan menuju ke atmosfer dan dapat menimbulkan kenaikan suhu, sehingga mendorong perubahan iklim.

“Jika pemerintah terus mendorong proyek ini, mereka sedang membangun masa depan yang suram,” kata Rompas.

5. Kritik Hutan Gambut Dibuka dan Terbengkalai

Selama dua dekade terakhir, hutan gambut yang ditebang untuk proyek mega padi yang ditinggalkan sebagian besar dibiarkan kosong. Sehingga berubah menjadi semak belukar yang terdegradasi, kata ilmuwan iklim David Gaveau dilansir dari Daily Mail.

“Budidaya padi tidak mungkin dilakukan di lahan gambut yang memiliki kedalaman lebih dari 2 meter . Seperti sebagian besar lahan yang dibuka untuk proyek padi. sementara menanam tanaman pangan lainnya sebagian besar terbukti tidak berhasil” katanya,

6. Isu Perubahan Iklim Dunia

Menyusul kebakaran gambut yang sangat luas pada tahun 2015. Lalu, Presiden Indonesia Joko Widodo membentuk sebuah badan pada tahun 2016 untuk memulihkan sekitar 2 juta hektar lahan gambut yang rusak.

Untuk menghindari lebih banyak degradasi lahan dan kebakaran, aktivis lingkungan mendesak pemerintah untuk berinvestasi dalam memulihkan area proyek pertanian di Kalimantan. Solusinya yakni, dengan menanam kembali pohon dan tanaman untuk menjaga lahan gambut agar tetap basah.

“Menanam komoditas yang tidak sesuai pada lahan gambut kaya karbon akan memperburuk krisis kesehatan dan iklim yang sudah masif,” kata Tezza Napitupulu, seorang ekonom lingkungan di World Resources Institute Indonesia seperti dikutip pada Daily Mail.

“Memastikan keamanan pangan dan akses ke makanan bergizi dapat dilakukan tanpa membahayakan lingkungan lebih lanjut,” tambahnya.

Lebih lanjut, Pertanian berkelanjutan dapat dapat ditanami sayuran seperti pare, pohon mangga, sagu dan bayam, yang cocok untuk kondisi gambut basah. Selain itu, tidak memerlukan drainase lahan, kata para peneliti iklim.

Penegasan Mentri Pertanian 

Secara terpisah, dilansir dari akun twitter resmi Mentan Syahrul Yasin Limpo @Syahrul_Yl menegaskan 

Pengembangan Food Estate di Kalimantan Tengah merupakan salah satu program prioritas antar kementerian di bawah arahan Presiden @jokowi. Hari ini saya berkoordinasi dengan Kementerian PUPR membahas irigasi dan water manajemen yang disiapkan untuk Food Estate.

Editor : Slamet Setya Budi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *