BASINGBE.com – Jambi – Jambi yang merupakan salah satu daerah yang memiliki SDA yang melimpah, mulai dari hasil hutan, sektor pertanian (kelapa sawit yang meiliki setidaknya 160 perusahaan perkebunan kelapa sawit, dan sejumlah perusahaan karet), belum lagi di sektor pertambangan (emas, perak, minyak bumi, gas dan batu bara.
Eksploitasi terhadap SDA tentunya memiliki dampak positif dan negatif, tak hanya menstabilkan perekonomian, namun juga membuat bentang alam menjadi rusak akibat dari buruknya manajemen pengelolaan limbah, terlebih lagi permintaan pasar yang semakin meningkat pastinya pemilik modal terus berupaya memanfaat SDA yang ada.
Terkait permasalahan batu bara menjadi perdepatan yang tak pernah habisnya, batu bara yang merupakan penopang perekonomian dan menjadi komoniti kebutuhan eksportir acap kali menuai polemik, mulai dari hulu sampai pada muara hilir. Dengan begitu banyak polemik yang ditimbulkan tentunya diperluhkannya solusi strategis, taktis dan episien.
Contohnya saja kemacetan ruas jalan, tonasi berlebih, ugal-ugalannya sopir yang mengakibatkan kecelakan lalu lintas, sejak 1 Januari hingga 9 Juni 2022, terpantau 176 kali kecelakaan di Jambi yang melibatkan angkutan batubara. Rangkaian peristiwa itu menyebabkan 41 warga tewas.
Disisi hilir, volume angkutan batu bara tak sebanding lagi dengan kapasitas pelabuhan Talang duku. Akibatnya, pelayanan bongkar muat Batu Bara jadi lambat, kemudian lamanya waktu bongkar muat menimbulkan kemacetan di kawasan Talang duku dan sekitarnya.
Menurut beberapa sumber pada tahun 2020 produksi batu bara mencapai 11 juta ton, tahun 2021 terus miningkat menjadi 13 juta ton dan Kouta produksi Batu bara Jambi tahun 2022 ditetapkan 39,8 juta ton mengacu data sebelumnya, dengan rata-rata kapasitas truk pengangkut 8 ton.
Artinya dengan angka-angka ini pemerintah Jambi yang memiliki kebijakan regulasi perluh mengambil langkah-langkah yang mementingkan rakyat bukan bersembunyi di semilut konglomerat.
Maka muncul beberapa solusi, seperti pelebaran ruas jalan, jalur khusus batu bara (jalur darat dan tol air) sampai Pelabuhan. Solusi-solusi yang ditawarkan ini tentu memiliki plus minus dan memunculkan pertanyaan mendasar. Apakah dengan adanya jalur khusus batu bara melalu jalur darat dan melalui sungai batang hari tidak memunculkan maslah baru.
Penulis : Hasral Anas, S.H.